Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menolak permohonan yang mengusulkan penghapusan kolom agama pada e-KTP dan mewajibkan adanya agama sebagai syarat sah dalam perkawinan. MK menegaskan bahwa setiap warga negara harus memiliki agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.
Menurut Arief Hidayat, hakim konstitusi yang membacakan pertimbangan putusan kasus ini, kebebasan beragama atau berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah upaya untuk menjaga karakter bangsa. Ketika berbicara tentang kebebasan beragama, itu berarti setiap individu bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan mereka, dan bukan berarti memberikan opsi untuk tidak beragama atau tidak memeluk kepercayaan.
Arief juga menyatakan bahwa norma dalam undang-undang administrasi kependudukan yang mengharuskan setiap warga negara menyebutkan agama atau kepercayaan mereka di dokumen resmi adalah penting untuk memfasilitasi dan mewujudkan karakter bangsa. Adanya aturan ini bukanlah pembatasan hak asasi manusia, melainkan penetapan standar hukum yang memberikan kebebasan bagi warga negara untuk memilih dan meyakini agama sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelumnya, gugatan diajukan oleh warga bernama Raymond Kamil dan Indra Syahputra, yang merasa hak konstitusional mereka dirugikan dengan adanya kewajiban beragama sebagaimana diatur dalam beberapa undang-undang. Namun, MK menilai bahwa keluhan mereka terkait inkonstitusionalitas kondisi tersebut tidak berdasar secara hukum.